Salam hangat sobat-sobat pembaca, saat ini saya akan kembali membahas tentang Konseling Realita (Reality Counseling), sebelumnya telah saya dahului dengan pengantar sampai kenapa teori ini muncul. semuanya telah saya bahas pada postingan sebelumnya....
nah... saat ini saya akan meninjau secara perspektif histori dari munculnya teori Konseling realita oleh William Glasser dan hubungannya dengan Teori Kepribadian....mari kita simak bersama....
A. Perspektif Historis
Konseling
realita (reality counseling atau reality therapy) dikembangkan oleh William
Glasser pada tahun 1960-an sebagai reaksi penolakan terhadap konsep-konsep
dalam konseling psikoanalisa. seperti dalam postingan sebelumnya telah disebutkan bahwa, Glasser memandang Psikoanalisa sebagai suatu
model perlakuan yang kurang memuaskan, kurang efektif,dan oleh karena itu ia
termotivasi untuk memodifikasi konsep-konsep psikoanalisa dan mengembangkan
pemikirannya sendiri berdasarkan pengalaman hidup dan pengalaman klinisnya.
Glasser
lahir pada tahun 1925 di Ohio, USA. Pada awal karirnya Glasser adalah seorang
insyinyur kimia yang kemudian beralih ke bidang medis dan meraih gelar dokter
pada tahun 1953 dari Case Westem Reserve University. Setelah itu Glasser
berlatih dibidang psikiarti di Veterans Administrasion Center dan di
University of California. Konseling realita dikembangkan oleh Glasser atas
dasar pengalamanya selama peraktek klinisnya antara 1956-1967. Pengalaman
kehidupannya pada masa kanak-kanak yang keras dan cenderung tidak menyenagkan
juga mempengaruhi pandangan teoritiknya,khususnya tentang penekanan pada
pentingnya tanggung jawab pribadi, tidak merugikan orang lain, dan hubungan
perkawinan. Seperti dikemukakan oleh Glasser sendiri (1998), ayah dan ibunya
menerapkan pendidikan yang keras dan otoriter terhadap dirinya dan oleh
karenanya ia tidak rukun dengan mereka.
Buku pertama
yang yang ditulis oleh Glasser, Mental Healt or Mental Illnes? Menjadi
grandwork bagi perkembangan teori konseling realita. Buku keduanya, Really
Therapy (1965) menegaskan prinsip-prinsip dasar dalam Konseling realita, yakni
tentang pentingnya hubungan dan tanggung jawab guna mencapai tujuan dan
kebahagiaan hidup. Ia memiliki keyakinan bahwa konselor yang hangat dan penuh
penerimaan merupakan aspek esensial bagi keberhasilan perlakuan, dan
hubungan yang akrab dan positif adalah esensial bagi perkembangan pribadi yang
sehat. Tilisan-tulisan dalam materi kuliahnya tidak hanya menekankan pada
konseling realita sebagai metode perlakuan, tetapi menerapkan pada lingkungan
sekolah dan lingkungan bisnis. Robert E. Wubbolding adalah salah satu pengikut
Glesser yang memberikan kontribusi sangat penting bagi perkembangnan konseling
realita.
B. Teori
Kepribadian
Glasser
berpandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan
fisiologis dan psikologis. Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi kedua
kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah sama dengan ahli
lain, sedangkan kebutuhan psikologis manusia menurut Glasser yang mendasar pada
dua macam yaitu: (1) kebutuhan dicintai dan mencintai dan (2) kebutuhan akan
penghargaan. Kedua kebutuhan psikologis tersebut
dapat digabung menjadi satu kebutuhan yang sangat utama yang disebut kebutuhan
identitas.
Identitas
merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam
hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan
gambaran identitasnya berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Anak
yang berhasil menemukan kebutuhannya, ytaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan
pengthargaan akan mengambangkan diri sebagai orang yang berhasil dan membentuk
identitasnya dengan identitas keberhasilan, sebaliknya jika anak gagal
menemukan kebutuhannya, akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang
gagal dan membentuk identitasnya dengan identitas kegagalan (failure identity).
Anak yang
tidak terpenuhi kebutuhannya dapat mencari jalan lain, misalnya dengan menarik
diri atau bertindak delinkuensi. Menurut Glasser individu yang membangun
identitas keggalan tersebut pada dasarnya orang yang tidak bertanggung jawab
karena mereka menolak realitas sosial, moral, dunia sekitarnya. Namun demikian
identitas kegagalan pada anak ini dapat diubah menjadi identitas keberhasilan asalkan
anak dapat menemukan kebutuihan dasarnya.
Orang yang
menemukan gangguan mental menurut kalangan profesional sebenarnya adalah orang
yang menolak realitas menurut pandangan Glasser. Penolakan individu terhadap
realitas dunia sekitarnya (norma, hukum, sosial dan sebagainya) dapat sebagian
saja tetapi dapat pula keseluruhan. Ada dua cra penolakan terhadap realitas
itu, (1) mereka mengubah dunia nyata dalam dunia pikirnya agar mereka merasa
cocok atau (2) secara sederhana mengabaikan realitas dengan menentang atau
menolak hukum yang ada.
Untuk
mengenbangkan identitas .keberhasilan, individu harus mempunyai kebutuhan dasar
yang dijumpai; (1) mengetahiu bahwa setidaknya seseorang mencintainya dan dia
dicintai setidaknya seseorang (2) memandang dirinya sebagai orang yang berguna
selain sebagai cara simultan berkeyakinan bahwa orang lain melihatnya sebagai
orang yang berguna. Kedua kebutuhan itu (cinta dan berguna) ada pada individu
bukan salah satunya.
Orang tua memegang peranan penting
dalam pembentukan identitas individu. Tentunya pihak lain juga sangat besar
pengaruhnya terhadap pembentukan identitas ini, diantaranya kelompok sebaya,
sekolah, aspek-aspek budaya dan lingkungan sosial lainnya dan setiap saat
berinteraksi dan membentuk struktur kognitif anak.
Sikap cinta
dan penghargaan merupakan satu hal yang integral, satu sama lain terkait. Anak
yang memperoleh cinta tetapi tidak mendapatkan penghargaan akan menimbulkan
ketergantungan yang lain untuk memperoleh pengesahan.
Pemenuhan
kebutuhan atas penghargaan dan cinta itu tidak hanya terjadi pada hubungan
orangt tua dan anak saja dapat pula dipenuhi dalam hubunngan yang lain, seperti
hubungan guru dan siswa, hubungan dengan teman-temannya Dsb. Semua itu
berakibat kumulatif kepada anak, yaitu membentuk identitasnya dengan identitas
keberhasilan atau kegagalan.
Konseling
realitas sebagian besar memandang individu pada perilakunya, tetapi berbeda
dengan behavioral yang melihat perilaku dalam kontex hubungan stimulus respon
dan beda pula dengan pandangan konseling berpusat pada person yang melihat
perilaku dalam konteks fenomenologis. Perilaku dalam pandangan konseling
realitas adalah perilaku dengan stadar yang objektif yang dikatakan denga
”reality”.
Sumber Bacaan:
Corey,
Gerald. (2007). Teori dan Praktik
Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung
Fauzan,
Lutfi. 1994. Pendekatan-pendekatan Konseling Individual. Malang: Elang
Mas
Jones,
Richardson Nelson. (2011). Teori dan
Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Komalasari,
Gantina, dkk. (2011). Teori dan Teknik
Konseling. Pt. Indeks, Jakarta.
Taufik.
2002. Model-Model Konseling. Padang.
BK FIP UNP.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/14/terapi-realitas/
0 komentar:
Posting Komentar